Jakarta – Direktur Eksekutif Human Studies Institute (HSI), Rasminto berpendapat sikap tegas pemerintah melalui Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) untuk menertibkan dan menata kawasan hutan menjadi kunci keberlanjutan lingkungan dan ekonomi.
“Kawasan hutan memiliki peran krusial dalam menjaga ekosistem, mencegah bencana alam, dan mendukung keberlanjutan ekonomi jangka panjang. Oleh karena itu, upaya penertiban yang dilakukan Satgas PKH adalah langkah maju dalam memastikan lingkungan tetap lestari tanpa mengabaikan aspek ekonomi,” kata Rasminto dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, pendekatan itu selaras dengan teori ekologi yang menekankan pentingnya keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya alam dan konservasi lingkungan.
“Sebagai contoh bahwa deforestasi yang tidak terkendali dapat menyebabkan dampak buruk seperti banjir dan kekeringan, yang pada akhirnya juga merugikan sektor ekonomi, khususnya masyarakat yang bergantung pada hasil hutan dan pertanian,” tuturnya.
Rasminto menilai landasan Satgas PKH ini sangat jelas dan punya mekanisme yang transparan dan berkeadilan.
“Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 telah mengatur mekanisme penertiban secara transparan dan berkeadilan. Penindakan hanya dilakukan terhadap lahan yang terbukti digunakan secara ilegal dan merusak ekosistem,” kata dia.
Dia pun menyoroti adanya anggapan bahwa kebijakan ini dapat merusak citra investasi Indonesia. Namun, kata dia, sebaliknya kepastian hukum dalam pengelolaan sumber daya alam akan meningkatkan kepercayaan investor.
“Investor yang berorientasi jangka panjang tentu akan lebih percaya kepada negara yang memiliki regulasi lingkungan yang jelas dan dijalankan dengan konsisten,” paparnya
Pakar Geografi Manusia Universitas Islam 45 (Unisma) ini juga menegaskan bahwa Uni Eropa justru menerima ekspor sawit dari negara-negara yang berkomitmen jaga lingkungannya.
“Uni Eropa membuka pintu bagi ekspor produk sawit dari negara-negara yang berkomitmen pada penghentian deforestasi dan menjaga keberlanjutan lingkungan,” tuturnya.
Fakta ilmiah menunjukkan bahwa kelapa sawit merupakan tanaman yang efisien dalam penggunaan lahan. Menurut penelitian International Union for Conservation of Nature (IUCN), kelapa sawit sembilan kali lebih efisien dibandingkan tanaman minyak nabati lainnya, sehingga secara ekologis memiliki keunggulan dalam produktivitas per hektare.
“Hal ini menjadi salah satu argumen kuat bagi negara produsen seperti Indonesia untuk terus mendorong ekspor sawit berkelanjutan ke pasar Uni Eropa melalui penataan kawasan hutannya,” kata Rasminto.
Pada tahun 2024, Uni Eropa mengadopsi Peraturan Bebas Deforestasi (European Union Deforestation Regulation/EUDR) yang bertujuan memastikan bahwa produk impor, termasuk minyak kelapa sawit, tidak berkontribusi terhadap deforestasi.
“Aturan ini mengharuskan perusahaan membuktikan bahwa produk mereka tidak berasal dari lahan yang mengalami deforestasi setelah tahun 2020. Sehingga, ketegasan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto melalui Satgas PKH ini bentuk komitmen Indonesia dalam penataan lahan dan penindakan perusahaan sawit nakal yang melakukan deforestasi,” tegasnya.