Jakarta – Pemerintah terus melakukan kolaborasi untuk mendapatkan pemetaan dan pengawasan kawasan terdegradasi untuk mempercepat rehabilitasi lahan sebagai penanganan perubahan iklim.
Kepala Subdit Reboisasi Direktorat Rehabilitasi Hutan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) Junediyono dalam diskusi yang dipantau daring di Jakarta, Kamis, menjelaskan pihaknya tidak bisa berdiri sendiri untuk melakukan pengawasan dan pemetaan kawasan hutan.
“Kami yakin era transparansi ini sangat mutlak untuk mendapatkan kata akuntabilitas dan akuntabilitas ini harus bisa ditegakkan juga dengan cara kolaborasi,” jelasnya.
Terkait upaya rehabilitasi kawasan dan penanaman kembali yang dilakukan oleh Direktorat Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kemenhut, dia mengatakan pengawasan dilakukan bersifat kegiatan, termasuk yang berada di Daerah Aliran Sungai (DAS).
Dalam diskusi yang memperkenalkan kegiatan Evolving Participatory Information System for Nature-based Climate Solutions (EPISTEM), teknologi pemantauan bentang lahan tersebut, dia juga menyampaikan harapan perluasan kolaborasi dengan beragam pihak untuk membantu perluasan pemetaan dan pengawasan.
Terutama, kata dia, untuk menyamakan persepsi mengenai untuk standar pengukuran dan analisis untuk mendapatkan satu data, yang dapat diakses oleh semua pihak.
“Sehingga kolaborasi itu penting untuk menyatakan bahwa tutupan lahan itu sudah benar analisisnya, sudah benar metodenya. Dalamnya sudah ada kesepakatan,” jelasnya.
Di kesempatan yang sama, Peneliti Senior dari International Institute for Applied Systems Analysis (IISA) Ping Yowargana menyampaikan bahwa EPISTEM diharapkan dapat mendukung penyelesaian isu persoalan data yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan solusi berbasis alam menghadapi ancaman perubahan iklim.
Untuk itu pihaknya sudah melakukan pertemuan dengan sejumlah pihak yang berkepentingan dalam restorasi lahan, termasuk dari pihak pemerintah.